Revenge - Bab III
Bab III
Tidak ada lampu diruangan itu. Cahaya monitor raksasa
menjadi penerang ruangan. Bayangan pria yang sibuk jelas terlihat, apalagi
dengan jubah putihnya.
Bram Narve, Ilmuwan asal inggris. Dibawah negara
koalisi dia telah menjadi ilmuwan terhebat saat ini. Teori gilanya didukung
bahkan didananai habis-habisan oleh para pemimpin negara. Tentu dari negara
yang berkuasa saat ini. Negara koalisi.
Dia sudah meghabiskan belasan tahun untuk membuktikan
teori gilanya. Dengan negara koalisi sebagai penyokongnya, dia bisa melakukan
banyak percobaan dengan mudah. Bahan eksperimen pun bisa didatangkan dengan
cepat.
Selain ilmunya, Bram tak punya daya tarik. Pria tua
dengan obsesi gila. Biarpun begitu, dia sangat dihormati oleh negara koalisi
dan mungkin ditakuti oleh pribumi.
“Profesor Bram, apa yang membuatmu memanggilku?”
Seorang pria paruh baya muncul dibelakangnya, dari
arah pintu ruangan.
“Oh, Jenderal William. Maaf karena memanggilmu kesini”
ucap Prof.Bram. Dia menghentikan pekerjaannya dan menyambut pria yang baru
datang itu
Gagah. Kesan pertama saat melihat pria dengan tubuh
sepertinya. Karel William, pria pemegang kekuasaan militer tertinggi di negara
koalisi. Salah satu pria yang paling ditakuti.
Baju militernya tampak rapi. Beberapa lencana
penghargaan menempel di dadanya. Bukti jika ia memang pantas menjadi pemimpin
tertinggi militer.
“Anda harus melihat ini”
Profesor Bram menekan beberapa tombol di keyboard besarnya.
“Kejadian ini baru terjadi kemarin sore.”
Beberapa gambar mulai bermunculan di layar raksasa
itu.
“Itu hanya gambar anak-anak pribumi. Kenapa kau harus
memanggilku hanya untuk ini?”
Profesor Bram tersenyum pelan.
William merasa aneh. Dia terbang dari Belanda menuju
Inggris dengan cepat, karena Prof.Bram bilang ada hal yang harus dia tau.
Dengan nada penuh penekanan di telepon, Prof.Bram mengisyaratkan kalau ini
adalah hal penting.
“Jika anda berkenan, saya akan memutar video yang diambil
dari CCTV terdekat.”
William mengangguk. Dirinya sudah tak sabar dengan
maksud si professor. Perjalanannya yang terburu-buru ini harus terbayar pas.
Dia sampai meninggalkan rapat penting untuk menaklukan wilayah yang tersisa. Negara-negara
kecil di sebelah timur cukup menyusahkan untuk ditaklukan. Dalam beberapa bulan
mereka pasti kehabisan persediaan. Tidak ada negara lain yang bisa menyuplai
persediaan mereka. Karena dunia saat ini
sudah dikuasai oleh koalisi, koalisi Inggris-Belanda.
’I-IBLIS!!’
Suara teriakan dari video yang diputar professor.
Teriakan seorang remaja pribumi.
Setelahnya teriakan kesakitan keluar dari mulut remaja
lainnya. Mereka berkelahi dengan satu orang. Seharusnya mereka menang dengan
mudah.
“Cukup professor.”
Professor seketika menghentikan video itu. Sepertinya William
menyadari sesuatu, sesuai harapan professor. Mata jeli William pasti menyadari
maksudnya.
“Ada apa jenderal? Apa ada yang mengganggu anda?”
Profesor menatap William dengan seksama. Mempertimbangkan
apa William benar-benar sadar atau tidak. Dia tidak punya keraguan dengan
kecerdikan pria itu. Negara koalisi menjadi negara terkuat saat ini pun karena
beberapa tindakan hebatnya.
“Bisa anda perbesar wajah anak yang berkelahi sendiri
itu?”
Profesor tak menjawab. Dia langsung melakukannya.
Profesor kembali melihat wajah William. Dan William sedang berpikir.
“Sepertinya benar, wajah itu. Aku pernah melihatnya.”
“Oh, kalau begitu anda juga harus memperhatikan
rambutnya” pinta Profesor
“Rambutnya?“ William bingung, sejenak dia melihat
gambar rambut itu. “Tidak mungkin” lanjutnya, pupil matanya membesar.
Jelas keterkejutan terlihat dari tingkahnya.
“Anda akan semakin percaya jika melihat matanya juga.”
Profesor mulai menekan beberapa tombol lagi. Kini gambar
bola mata merah darah jelas terlihat.
“Rambut merah kehitaman dan mata merah itu. Tapi itu
tidak mungkin, sang pahlawan sudah mati.” ucap William berusaha tidak percaya
dengan penglihatannya.
“Itu benar, sang pahlawan sudah mati. Tapi mungkin
tidak dengan anaknya.”
“Anak!? apa maksudmu? dia hanya meninggalkan istrinya?
Dan istrinya telah mati beberapa tahun yang lalu!?”
“Tidak ada kemungkinan lain yang bisa menjelaskan hal
ini, jenderal. Mungkin anak itu sudah disembunyikan selama beberapa tahun ini.”
“Tapi jika dia mempunyai anak, kita pasti tau.”
“Sepertinya ibu anak itu tetap tidak
memberitahukannya, ya kan?” ucap professor, sedikit menyinggung William karena
tidak berhasil mengorek informasi penting dari istri sang pahlawan. “Itu sangat jelas, karena anak ini punya
kekuatan untuk menguasai dunia.”
Beberapa tahun lalu. William menggerakkan pasukannya
khusus untuk memburu istri sang pahlawan. Agak terlambat memang, karena
seharusnya dia mengetahui tentang istri sang pahlawan itu dari dahulu.
Istri sang pahlawan berhasil ditangkap. Dia di
interogasi terlebih dahulu sebelum selanjutnya dibunuh. Tapi tidak ada info
apapun mengenai anak itu. Lebih tepatnya dia tidak mau berbicara, menutup
mulutnya rapat-rapat.
Jenderal sebelumnya, jenderal Basilius yang
memeberitahunya. Dari catatan pendahulunya dia tau jika sang pahlawan mempunyai
istri, dan tentu harus dibunuh secepatnya. Keturunan sang pahlawan harus
dimusnahkan dari muka bumi.
“Ck, kalau begitu sudah jelas kita harus membunuhnya”
“Jangan terburu-buru jenderal. Untuk saat ini kita
tidak bisa membunuhnya begitu saja. Masih ada satu hal yang harus kita
pastikan.”
“Tapi jika dibiarkan, anak itu pasti akan sadar dengan
kekuatannya! Jelas dia ancaman untuk koalisi, sebagai jenderal pasukan koalisi
aku tidak bisa membiarkannya hidup.”
“Aku tau hal itu. Kita tetap harus berhati-hati dan
melakukannya dengan persiapan yang matang. Bertindak terburu-buru hanya
mengisyaratkan tindakan kita. Pimpinan negara mungkin akan menyadarinya. Jadi
dengarkan, aku punya rencana yang lebih baik. Tentu saja, ini akan menjadi
rahasia kita berdua. Jenderal.” ucap professor dengan tersenyum.
Rencana briliannya pasti akan berhasil. Karena itu
harus berhasil, hanya itu yang bisa membuat percobaan gilanya berhasil.
William masih menyesal. Karena merasa tidak perlu
membaca laporan pendahulunya itu, Dia harus menanggung kesalahan lagi. Jika
para pemimpin negara mengetahui hal ini, mereka pasti akan menurunkan
jabatannya. Bagian terburuknya, dia bisa saja diasingkan. Sekecil apapun
kesalahannya, itu bisa membuat rencana menguasai dunia gagal.
Selama ada kesempatan untuk memperbaikinya. Dia harus
mengambilnya, tak peduli apapun resikonya. William harus memastikan, dunia ini
tunduk di hadapan koalisi.
“Lihat jenderal, anda masih belum menonton semuanya.”
William menghentikan lamunannya. Mata nya beralih ke
layar monitor lagi.
“Itu.. Ck, jadi selama ini dia yang mengurusnya!”
“Sepertinya begitu, para bangsawan disana memperlakukannya
secara khusus. Yah, kemampuannya sayang jika tidak dimanfaatkan.”
“Lalu apa rencanamu professor?”
“Mudah saja, aku akan membuat anak itu menjadi
pengkhianat.”
“Pengkhianat? Memangnya mengkhianati siapa?”
“Dia mengkhianati bangsanya sendiri. Aku akan menyebar
video ini dan menjadikannya tayangan utama disana. Tentu saat anak itu
menghajar pribumi lainnya. Dan aku akan mengedit sedikit video itu. Rambut dan
mata nya itu cukup berbahaya jika dilihat para pribumi. Terutama bagi mereka yang
mengetahuinya. Dengan itu, pribumi akan mendendam pada anak itu. Dia akan
diburu. Kemudian para bangsawan pun pasti tak bisa tinggal diam. Mereka pasti
harus mengamankan anak itu. Intinya, kita tidak perlu membunuh nya secara
langsung. Tapi kita buat dia menderita terlebih dahulu.”
William merasa penjelasan professor masih tidak jelas.
Ekspresinya menggambar kan semuanya.
“Ah, maaf jenderal. Untuk lebih jelas akan saya
sampaikan nanti. Tugas anda sekarang hanya menyebarkan rumor dulu.”
“Rumor? Kenapa aku yang harus menyebarkan rumor. Media
bisa lebih mudah melakukannya”
William agak tidak terima.
“Ya memang media yang akan melakukannya. Tapi anda lah
yang menyuruh mereka melakukannya. Anda adalah Jenderal Pasukan koalisi, tentu
anda ditakuti. Dan media pasti setuju dengan anda”
“Lalu rumor apa yang kau maksud?”
“Rumor mengenai Von Verrade”
“Von Verrade? The betrayal?”
“Ya, dan biarkan dunia memanggilnya, Rian si
Pengkhianat”
Komentar
Posting Komentar